RUU DIY DIUSULKAN MENJADI INISIATIF DPR
Beberapa anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi usul inisiatif DPR. Karena jika RUU ini menjadi usul inisiatif Pemerintah dikhawatirkan RUU ini sampai diajukan ke DPR akan memakan waktu lebih lama.
Demikian disampaikan Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu saat Rapat Koordinasi Baleg dengan seluruh Pimpinan Komisi DPR, Selasa (9/2) di gedung DPR yang dipimpin Ketua Baleg Ignatius Mulyono dan didampingi Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah (F-KB).
RUU tentang Keistimewaan DIY ini pernah dibahas pada DPR periode sebelumnya. Namun sampai dengan akhir masa bakti DPR periode 2004-2009 RUU ini batal disahkan. Padahal, keberadaan RUU ini sangat dinanti-nanti bagi segenap masyarakat Yogyakarta.
Burhanuddin menegaskan, kalau kita ingin menuntaskan RUU ini sebaiknya menjadi usul inisiatif Komisi II DPR. “Saya sepakat RUU ini dituntaskan, jangan sampai Sultan salah posisinya karena kita tidak menyiapkan Undang-undangnya,” kata Burhanuddin.
Yogyakarta, kata Burhanuddin, memiliki kekayaan heritage yang luar biasa sehingga dapat mendatangkan uang yang cukup besar jumlahnya. Seperti Candi Borobudur, Prambanan maupun obyek-obyek wisata lainnya. Dengan aset yang luar biasa itu, tentunya kita harus memberikan perlindungan bagi kelangsungan pemerintahan Provinsi DIY.
Dia menambahkan, keistimewaan Yogyakarta tidak sama dengan keistimewaan yang dimiliki Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta maupun Papua. Di provinsi ini, ada sejarah kebangsaan Indonesia yang memiliki nilai historis yang dihibahkan pada kota ini.
Pada saat yang sama, Wakil Ketua Komisi V DPR Yoseph Umar Hadi menyampaikan kesiapan komisinya untuk segera membahas UU yang berkaitan dengan Komisi V DPR.
Menurut Yoseph, ada empat Rancangan Undang-undang yang menjadi usul inisiatif DPR yang termasuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2010 yaitu RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Namun dari ke empat RUU tersebut, yang telah dipersiapkan Komisi V DPR adalah RUU tentang Perumahan dan Permukiman dan RUU tentang Rumah Susun. Bahkan, kata Yoseph, Komisi V telah melakukan rapat-rapat dengan mitra kerja untuk mendapatkan masukan sehubungan akan dibahasnya RUU dimaksud.
Yoseph menambahkan, UU Perumahan menjadi prioritas Komisi V DPR untuk segera dibahas, mengingat UU yang lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Selama ini, DPR menunggu-nunggu inisiatif Pemerintah untuk mengusulkan revisi ini, namun Pemerintah belum juga mengusulkannya.
Selain itu, revisi ini juga mendesak dilakukan mengingat semakin banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu memiliki rumah layak huni atau yang disebut backlog. Backlog perumahan layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saat ini mencapai 8 juta. Sedang yang tidak memiliki rumah sekitar 13-14 juta.
Jadi, kata Yoseph, fokus dari RUU Perumahan dan Permukiman ini adalah untuk masyarakat miskin atau masyarakat berpenghasilan rendah.
Oleh karenanya RUU ini sangat urgent dan menjadi tuntutan konstitusi dimana setiap warga Negara berhak memiliki atau menempati rumah layak huni. Sementara kebutuhan per tahun 800.000 rumah, dan kemampuan pemerintah menyediakan rumah hanya 275 – 300 ribu saja.
Kecilnya realisasi ini mengakibatkan backlog akan semakin bertambah mengakibatkan perumahan kumuh di perkotaan semakin berkembang pesat. Jika dibandingkan dengan Malaysia yang semakin berkurang, Indonesia bahkan sebaliknya semakin bertambah.
Yoseph berharap, Komisi V DPR dapat menyelesaikan RUU tentang Perumahan dan Permukiman ini pada 15 Februari mendatang dan akan segera diserahkan ke Baleg untuk dilakukan harmonisasi.
Komisi V juga berharap sekitar tanggal 2 Maret 2010 RUU tersebut sudah diparipurnakan untuk dimintakan persetujuan kepada seluruh anggota DPR menjadi usul inisiatif DPR RI.
Seiring dengan akan dibahasnya RUU Perumahan dan Permukiman, Komisi V DPR juga akan membahas revisi UU tentang Rumah Susun. Yoseph mengatakan, UU Rumah Susun ini merupakan anak dari UU Perumahan dan Permukiman, namun anaknya telah lahir terlebih dulu daripada induknya.
Yoseph mengakui UU Perumahan dan Rumah Susun ini tidak dapat dipisahkan, untuk itu jika Baleg berpikir untuk menggabungkan ke dua RUU tersebut menjadi satu, keputusan itu diserahkan kepada Baleg. (tt) foto:agung/parle/DS